
Pertama, soal bagaimana dia membangun tense. Dengan sorotan-sorotan close up nya dan musik yang mendenging, dapat dipastikan penonton akan tahu kalau suasananya sedang genting. Adegan favorit saya, ketika si jahat (The Bad) menemui mangsanya untuk dimintai informasi. Pas adegan itu, kerasa banget nuansa mencekamnya sebuah duel. Mata saling bertatapan tidak lepas, karena takut tiba-tiba musuh nge-dor. Berbicara dan bersikap dijaga supaya tidak menjadi terpengaruh, yang berarti terpengaruh pula secara mental. Tetapi tetap diusahakan terlihat luwes, agar musuh menjadi lengah.
Jalinan ceritanya pun cukup baik di sini, tidak monoton. Mungkin karena berpijak pada pengembangan karakter, jadi adegan-adegannya pun tercipta secara natural. Pilihan setting, khususnya waktu, cukup menarik di sini, yaitu ketika civil war di amrik. Mungkin kalo di indo, kyk jaman-jamannya revolusi fisik. Tetapi meskipun sebenarnya sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut, tetapi film ini berhasil untuk tetap berpegang erat pada para tokoh untuk menggerakkan cerita. Sampai-sampai taglinenya berbunyi, For three man the civil war wasn't hell. It was practice.
Terakhir, yang paling penting dari film ini, tentu saja mengenai penciptaan karakter, terutama tiga yang utama itu, mulai dari perkenalannya, permasalahannya, sampai dengan konflik-konflik yang terus terjadi antara ketiganya. Walaupun sebenarnya sangat klasik, "The Good" (protagonis), "The Bad" (antagonis), dan "The Ugly" (orang ketiga), tetapi pembuat film tetap dapat membuatnya terlihat dan terdengar menarik. Tiga bintang untuk film ini.. Keren!
0 komentar:
Posting Komentar